Rabu, 21 Januari 2015

Pengecualian Wanita Menutup Aurat


Memelihara dan menjaga hijab adalah wajib dalam segala kondisi; akan tetapi ada hal-hal yang telah menjadi pengecualian. Adalah sudah pasti bahwa yang menjadi pengecualian tersebut kita cukupkan hanya pada hal-hal yang dharuri saja.
1.Wajah dan Tangan Sampai Pergelangannya.
Seperti yang telah kami katakan bahwa seluruh tubuh wanita harus tertutup dari non muhrim; kecuali wajah dan kedua tangan sampai pergelangannya yang bagi wanita tidak wajib menutupnya, meskipun bahagian itu juga mustahab menutupnya dan merupakan hal yang baik. Dari sisi ini kebanyakan wanita-wanita beragama di zaman dahulu mereka memakai cadar dan sampai sekarang masih ada pula wanita-wanita yang memakainya. Adalah haram melihat ke wajah atau tangan wanita apabila bermaksud untuk berlezat-lezat dan hal ini di hitung sebagai ajang cuci mata  tanpa melakukan dosa terhadap wanita itu sendiri.
Aisyah menukil bahwa: Asma putri Abu Bakar telah masuk dan hadir di depan Rasulullah SAW dalam keadaan dia berpakaian tipis dan menampakkan tubuh, Rasulullah SAW membalikkan wajah darinya dan berkata: Wahai asma! Tidak selayaknya wanita yang telah sampai pada masa balighnya menampakkan sesuatu dari tubuhnya; kecuali dua bagian yang Rasulullah SAW isyaratkan pada wajah dan kedua tangan sampai pergelangannya. (Sunan Abu Dawud, Jilid 2)  
Masalah: Wanita harus menutup tubuh dan rambutnya dari non muhrim dan ihtiyat wajib dia juga menutup tubuh dan rambutnya dari anak laki-laki yang masih belum baligh tetapi dapat menentukan baik dan buruknya sesuatu (mumayyis). (Risalah Maraji’)
Ali ibnu Ja’far dalam menjawab masalah bahwa sampai dimana batasan non muhrim dapat melihat tubuh wanita?
Dari perkataan saudaranya Imam Musa ibnu Ja’far berkata: Alwajhu walkaffa wa maudhi’a assiwaari;[1] (hanya) dapat melihat pada wajah dan telapak tangan dan tempat gelang yang biasa tergantung di tangannya. (Qarb al-Asnaad)
Tidak diragukan bahwa maksud dari melihat adalah melihat tanpa bermaksud berlezat-lezat.
2.Ketika Melamar
Satu hal lagi yang lelaki dapat melihat pada wanita non muhrim adalah ketika lelaki datang melamar. Apabila seorang lelaki bermaksud ingin menikah dengan seorang wanita maka berdasarkan hadis-hadis, lelaki tersebut dapat melihat ke wajah dan bahkan rambut kepala wanita itu sehingga lelaki tersebut tidak menyesal setelah menikah. Dalam konteks ini, pada hakikatnya lelaki dihukumi sebagai seorang pembeli dimana dia harus memilih barang yang merupakan keinginannya, agama Islam juga memperhatikan hal ini dan mengatakan: Lelaki dapat melihat calon istrinya tanpa bermaksud berlezat-lezat dengan syarat bahwa si wanita tersebut akan dinikahinya. Imam Ali Kw berkata tentang perihal seorang lelaki yang ingin aqad dengan seorang wanita, beliau mengatakan: Tidak ada halangan untuk melihat si wanita tersebut; sebab lelaki adalah pembeli. (Wasaail, Jilid 14)
Imam Shadiq berkata: Tidak ada halangan seorang lelaki yang ingin menikah dengan seorang wanita melihat ke wajah dan tempat gelangnya. (Wasaail, Jilid 14)
Dalam hadits lain beliau berkata: Lelaki dapat melihat keindahan-keindahan dan rambut kepala calon istrinya dengan syarat bahwa tidak bermaksud untuk berlezat-lezat.
3.Dharurat
Satu lagi yang telah menjadi pengecualian dalam hal melihat kepada non muhrim adalah dalam keadaan dharurat; seperti ketika jiwa seorang non muhrim dalam bahaya dan dokter tidak mempunyai cara lain untuk menolongnya kecuali dia terpaksa harus menyentuh dan mengoperasinya; seperti melahirkan dan lain-lain. Akan tetapi dharurat di sini berarti bahwa hanya berkeinginan untuk menolong jiwanya; tetapi apabila dokter wanita tersedia, tanpa adanya dharurat maka dokter lelaki tidak boleh melihat dan menyentuh pasien non muhrim. Bahkan jika memungkinkan dia boleh melihatnya lewat cermin dan tidak boleh melihatnya secara langsung.
Akan tetapi di tengah-tengah masyarakat hal ini sering membayangi bahwa dokter adalah muhrim; ini adalah kesalahan belaka, dokter sampai kapanpun adalah non muhrim dan hanya ketika dharurat, dia dapat melihat kehormatan atau menyentuh pasiennya dan karena hanya dengan jalan memeriksa masalah akan terselesaikan.
4.Muhrim       
Dalam Al-Quran mengenai ayat-ayat hijab, muhrim dapat diketahui apakah dengan perantaraan perkawinan seperti: Ibu si istri dan ayah suami dan dengan perantaraan nisbi seperti: saudara laki-laki, ayah, paman dari pihak ayah, paman dari pihak ibu, yang kesemuanya ini telah menjadi pengecualian; yakni para muhrim tersebut dapat melihat satu sama lain tanpa disertai dengan berlezat-lezat dan apabila disertai dengan berlezat-lezat maka melihat baginya adalah haram, meskipun wanita  tidak wajib menutup untuk muhrimnya; akan tetapi adalah baik jika menjaga kehormatannya.
Ibu atau saudara perempuan tidak sepantasnya berpakaian sedemikian rupa di hadapan anak lelakinya yang masih bujang sehingga dapat menyalahi kehormatan, dan mereka juga tidak sepantasnya berhias diri di depan kakek, saudara laki-laki, paman dari pihak ayah dan ibu, sebagaimana diketahui sebagai muhrim, meskipun tidak haram memakai pakaian-pakaian yang merangsang dan menyalahi kehormatan di depan para muhrim yang telah di sebutkan tadi, tetapi hal ini adalah tidak benar dan tidak sopan. Kesalahan lain yang sering terjadi pada sebagian dari keluarga adalah bahwa saudara perempuan si istri atau saudara laki-laki suami diketahui adalah muhrim dan hadir di hadapan mereka tanpa memakai hijab, padahal sangkaan dan pikiran ini adalah salah dan jika suami anda mempunyai sepuluh saudara laki-laki atau istri anda mempunyai sepuluh saudara perempuan maka bagi anda semuanya ini adalah non muhrim. Menantu wanita dapat menjadi muhrim dengan suami dan ayah suaminya hanya dengan melalui perkawinan dan sebaliknya pula menantu lelaki dapat menjadi muhrim dengan istri dan ibu istrinya hanya dengan melalui perkawinan dan selainnya itu harus menjaga hijabnya.

Artikel ini sebelumnya sudah pernah diposkan oleh http://jadimuslimah.blogspot.com/2013/03/hijab-dalam-al-quran-dan-hadis.html saya hanya menyampaikan ilmu semoga bermanfaat. amiin... :)"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar